BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Guru perlu memiliki kemampuan yang
kompleks. Guru bukan saja harus mampu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran, penilaian hasi belajar, tetapi lebih jauh guru harus
mempunyai dan memahami setiap karakteristik siswa. Sesuai dengan tuntutan
profesionalisme guru, perlu memiliki kemampuan pedagogik. Salah satu kompetensi
pedagogik guru harus menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual,
sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
Karakteristik siswa sekolah dasar
yang cukup unik, karea berbeda dengan kita selaku guru, perlu menjadi bahan
pemikiran dan pertimbangan ketika guru menyusun rencana pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran dan proses penilaian hasil dan proses belajar.
Tanpa mengetahui karakteristik siswa usia sekolah dasar, seorang guru tidak
memiliki kemampuan untuk melayani siswa sebagai manusia pembelajar. Pada
dasarnya proses pembelajaran merupakan upaya guru melayani kebutuhan siswa.
Guru yang memahami karakteristik siswa, tidak akan memposisikan siswa sebagai
objek pembelajaran, tetapi sebagai subjek. Dengan memposisikan siswa sebagai
subjek, guru akan melayani siswa dengan berbagai kekurangan dan kelebihan dari
aspek fisik, kognitif, spiritual, sosial, emosional, bahasa dan kepribadian.
Maka dari itu penyusun merasa perlu
menjelaskan konsep perkembangan siswa dari berbagai aspek dalam suatu karya
ilmiah berbentuk makalah. Hal ini perlu diangkat pada makalah, karakteristik
siswa sekolah dasar perlu diketahui dan dipahami oleh guru.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah
ini karakteristik perkembangan siswa sekolah dasar, permasalahan perkembangan
usia siswa sekolah dasar, dan upaya yang perlu melayani siswa sesuai karakteristik perkembangannya.
Untuk lebih jelasnya rincian rumusan masalah yaitu :
1.
Bagaimana
Perkembangan Perkembangan fisik anak pada
anak usia sekolah dasar?
2.
Bagaimana
Perkembangan Perkembangan kognitif/intelektual anak usia sekolah dasar?
3.
Bagaimana
Perkembangan Perkembangan emosi anak anak usia sekolah dasar?
4.
Bagaimana
Perkembangan Perkembangan bahasa anak anak usia sekolah dasar?
5.
Bagaimana Perkembangan
Sosial anak anak usia sekolah dasar?
6.
Bagaimana perkembangan
kepribadian anak usia sekolah dasar?
7.
Bagaimana Perkembangan
moral dan kesadaran beragama anak usia sekolah dasar?
8.
Apa saja
permasalahan perkembangan pada anak usia sekolah dasar?
9.
Upaya apa
saja yang dilakuan oleh pihak sekolah dalam mengoptimalkan perkembangan siswa
usia sekolah dasar?
C.
Tujuan
Tujuan
dari penyusun makalah ini adalah :
1.
Menjelaskan
perkembangan fisik anak masa usia sekolah dasar.
2.
Menjelaskan
perkembangan
kognitif/intelektual anak masa usia sekolah dasar.
3.
Menjelaskan
perkembangan
emosi anak pada masa usia sekolah dasar .
4.
Menjelaskan
perkembangan
bahasa anak masa usia sekolah
dasar .
5.
Menjelaskan
perkembangan
sosial
anak masa usia sekolah
dasar.
6.
Menjelaskan
perkembangan kepribadian pada
masa usia sekolah
dasar.
7.
Menjelaskan
perkembangan
moral dan kesadaran beragama anak masa usia sekolah dasar .
8.
Menjelaskan
permasalahan perkembangan pada anak usia sekolah dasar.
9.
Memaparkan upaya
yang dilakuan oleh pihak sekolah dalam mengoptimalkan perkembangan siswa usia
sekolah dasar.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Definisi Perkembangan
Perubahan
merupakan hal yang melekat dalam pengertian perkembangan. E.B. Hurlock
(Istiwidayanti dan Soedjarwo, 1991) mengemukakan bahwa perkembangan atau
development merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai
akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Ini berarti, perkembangan terdiri
atas serangkaian perubahan yang bersifat progresif (maju), baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kuantitatif disebut juga ”pertumbuhan”
merupakan buah dari perubahan aspek fisik seperti penambahan tinggi, berat dan
proporsi badan seseorang. Perubahan kualitatif meliputi perubahan aspek
psikofisik, seperti peningkatan kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi
dan sikap, dll. Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga
yang mengalami pengurangan seperti gejala lupa dan pikun. Jadi perkembangan
bersifat dinamis dan tidak pernah statis.
B.
Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik anak SD ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1.
Tinggi dan berat badan
Bila dibanding dengan pada usia dini dan masa
remaja, pertumbuhan fisik anak pada usia SD cenderung lebih lambat dan relatif
konsisten. Laju perkembangan seperti ini berlangsung sampai terjadinya
perubahan-perubahan besar pada awal pubertas.Karena adanya penambahan ukuran
dalam kerangka tulang belulang, sistem otot, dan ukuran organ-organ tubuh
lainnya, tinggi dan berat badan anak secara bertahap terus bertambah.
Selama usia SD ini, kekuatan fisik anak lazimnya
meningkat dua kali lipat. Gerakan-gerakan lepas pada masa sebelumnya sangat
membantu pertumbuhan otot ini. Dengan demikian, disamping faktor kematangan,
unsur latihan juga sangat membantu proses peningkatan dalam kekuatan otot.
2.
Proporsi dan bentuk tubuh
Anak SD kelas-kelas awal umumnya masih memiliki
proporsi tubuh yang kurang seimbang. Kekurangan seimbang ini sedikit demi
sedikit berkurang sampai terlihat perbedaannya ketika anak mencapai kelas 5
atau kelas 6. Pada kelas-kelas akhir SD lazimnya proporsi tubuh anak sudah
mendekati keseimbangan.
Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock,
1990), ada tiga kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD. Tiga bentuk primer
tubuh tersebut adalah:
1)
Endomorph, yakni yang tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
2)
Mesomorph, yakni yang kelihatan kokoh, kuat, dan lebih kekar.
3)
Ectomorph, yakni yang tampak jangkung, dada pipih, lemah dan seperti tak berotot.
3.
Otak
Pertumbuhan otak dan system syaraf merupakan
salah satu aspek terpenting dalam perkembangan induvidu. Bila dibandingkan
dengan pertumbuhan bagian-bagian tubuh lainnya, pertumbuhan otak dan kepala ini
jauh lebih cepat. Menurut Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992), sebagian besar
pertumbuhan otak itu terjadi pada masa usia dini.
Kematangan otak yang dikombinasi dengan
pengalaman berintraksi dengan lingkungan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kognisi anak. Dalam hal ini, bukan sekedar kebutuhan nutrisi yang
perlu dipenuhi, melainkan juga diperlukan rangsangan-rangsangan yang membuaat
otak anak itu berfungsi.
Menurut penelitian Sperry at al (Witdarmono, 1996), konstruksi
jaringan otak itu hanya akan hidup bila diprogram melalui rangsangan. Tampa
dirangsang atau digunakan, otak manusia tidak akan berkembang. Karena
pertumbuhan otak memilki keterbatasan waktu, maka rangsangan otak diusia dini
menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan membuat otak itu tetap
tertutup sehingga tidak dapat menerima program-program baru.
C.
Perkembangan Kognitif
Perkembangan Kognitif adalah perkembangan kemampuan anak berpikir
dengan penalaran yang semakin canggih seiring dengan bertambahnya usia. Mulai
dari anak yang bersifat alami kemudian memiliki ketertarikan terhadap dunia dan
secara aktif mencari informasi yang dapat membantu mereka memahami dunia yang
semakin maju. Anak pun akan terus-menerus bereksperimen dengan obyek-obyek yang
mereka jumpai. Anak-anak tidak hanya sekedar bereksperimen namun mereka juga
mengumpulkan hal-hal yang telah mereka pelajari kemudian terisolasi.
Piaget mengemukakan bahwa anak-anak mengontruksi keyakinan-keyakinan
dan pemahaman-pemahaman mereka berdasarkan pengalaman (konstruktivisme).. Sistem yang
mengatur pembentukan kognitif
anak dipengaruhi dua faktor, yakni
1.
Skema yang diperlihatkan dengan adanya pola teratur yang melatar belakangi
tingkah laku seseorang,
2.
Adaptasi atau penyesuaian terhadap lingkungan yang dilakukan
melalui proses pertama asimilasi,
yang berarti integrasi antara elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang
ada pada diri individu, dan kedua proses akomodasi yang
berarti perubahan pada individu agar dapat menyesuaikan diri terhadap objek
yang ada di luar dirinya.
Piaget membagi tahap
perkembangan kognitif ke dalam empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap
pra-operasional, tahap konkret operasional, dan tahap formal operasional.
1.
Tahap 1: Sensorimotor (0-2 tahun). Pada
tahap ini anak menggunakan penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal
lingkungannya. Diawali dengan modifikasi refleks yang semakin lebih efisien dan
terarah, dilanjutkan dengan reaksi pengulangan gerakan yang menarik pada
tubuhnya dan keadaan atau objek yang menarik, koordinasi reaksi dengan cara
menggabungkan beberapa skema untuk memperoleh sesuatu, reaksi pengulangan untuk
memperoleh hal-hal yang baru, serta permulaan berpikir dengan adanya ketetapan
objek. Pada masa sensorimotor, berkembang pengertian bahwa dirinya terpisah dan
berbeda dengan lingkungannya. Anak berusaha mengkoordinasikan tindakannya dan
berusaha memperoleh pengalaman melalui eksplorasi dengan indera dan gerak
motorik. Jadi, perkembangan skema kognitif anak dilakukan melalui gerakan
refleks, motorik, dan aktivitas indera. Selanjutnya, anak juga mulai mampu
mempersepsi ketetapan objek.
2.
Tahap 2: Pra-Operasional (2-7 tahun). Pada fase ini anak belajar
mengenal lingkungan dengan menggunakan simbol bahasa, peniruan, dan permainan.
Anak belajar melalui permainan dalam menyusun benda menurut urutannya dan
mengelompokan sesuatu. Jadi, pada masa pra-operasional anak mulai menggunakan
bahasa dan pemikiran simbolik. Mereka mulai mengerti adanya hubungan
sebab-akibat meskipun logika hubungannya belum tepat, mampu mengemukakan alasan
dalam menyatakan pendapat atau ide, mulai dapat mengelompokan sesuatu, serta
perbuatan rasionalnya belum didukung oleh pemikiran tetapi oleh perasaan
3.
Tahap 3: Konkret
Operasional (7-11 tahun). Pada masa ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas
mengkonservasi angka melalui tiga macam proses operasi, yaitu:
a.
Negasi
sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang
terjadi di antara kegiatan dan memahami hubungan antara keduanya;
b.
Resiprokasi
sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal
balik; serta
c.
Identitas
dalam mengenali benda-benda yang ada.
Dengan demikian, pada tahap ini anak
sudah mampu berpikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya,
mampu mengkonservasi angka, serta memahami konsep melalui pengalaman sendiri
dan lebih objektif.
4.
Tahap 4: Formal
Operasional (11 tahun – dewasa). Pada fase ini anak sudah dapat berpikir abstrak,
hipotetis, dan sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan memikirkan hal-hal
yang akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak sudah mampu meninjau
masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif/kemungkinan
dalam memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan
sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam
abstraksi, memahami arti simbolik, dan membuat perkiraan di masa depan.
D.
Perkembangan Emosi
Pengertian Emosi
Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang
mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau
dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak
penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu
(Sujiono, Yuliani N, Bambang Sujiono, 2005).
Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi
merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang
dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada
saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira,
bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi merujuk
pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan
psikologis serta rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu Yusuf, 2008).
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa
perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari
perilaku seseorang. Pengelompokan Emosi Emosi dapat dikelompokkan
ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
1.
Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan
dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan
lapar
2.
Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan
kejiwaan.
Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
a.
Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut
dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
1)
Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah
2)
Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
3)
Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan
ilmiah yang harus dipecahkan
b.
Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan
orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini
seperti :
1)
Rasa solidaritas
2)
Persaudaraan (ukhuwah)
3)
Simpati
4)
Kasih sayang, dan sebagainya
c.
Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai
– nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya :
1)
Rasa tanggung jawab (responsibility)
2)
Rasa bersalah apabila melanggar norma
3)
Rasa tentram dalam mentaati norma
d.
Perasaan Keindahan
(estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun
kerohanian.
e.
Perasaan Ketuhanan,
yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah
(kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia
dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini,
maka manusia di juluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk
yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu Yusuf, 2008).
Perkembangan Emosi Anak
Pada Usia Sekolah Dasar menurut Papalia, Olds & Feldman (2007)
masa kanak-kanak tengah dimulai dari usia 6-11 tahun sedangkan
menurut Gottman & DeClaire (1997) masa kanak-kanak tengah dimulai
dari usia 8-12 tahun. Selama periode masa kanak-kanak tengah (Usia SD)
anak-anak mulai berhubungan dengan suatu kelompok sosial yang lebih luas dan
memahami pengaruh sosial. Pada saat bersamaan, anak-anak mulai tumbuh secara kognitif dan mampu mengenali emosi
mereka sendiri (Gottman & DeClaire, 1997).
Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang
baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di
lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di
usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau
aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya
perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
E.
Perkembangan Bahasa
Menurut Semiawan
(1998) mengemukakan bahwa bahasa
merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan (pendapat,
perasaan, dll) dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama,
kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna, dan
mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau
masyarakat.
Owen (Semiawan CR, 1999) menjelaskan perkembangan
bahasa (pragmatik dan semantik) anak pada usia sekolah dasar. Menurutnya, anak
usia 5 tahun sangat sering menggunakan bahasa untuk mengajukan permintaan,
mengulang untuk perbaikan, mulai membicarakan topik-topik gender. Anak usia 6
tahun mengulang dengan cara elaborasi untuk perbaikan, dan menggunakan kata-kata
keterangan. Anak usia 7 tahun menggunakan dan memahami sebagian
istilah dan membuat plot naratif yang mempunyai pengantar dan akhir dari topik
yang mau diungkapkan. Anak usia 8 tahun menggunakan topik-topik yang konkret,
mengenal makna nonliteral dalam bentuk permintaan langsung, dan mulai
mempertimbangkan maskud lainnya. Pada usia 9 tahun, anak memelihara topik
melalui beberapa perubahan.
Bertambahnya kosakata,
memperkaya perbendaharaan kata, menghubungkan kalimat yang satu dengan yang
lain dan menghasilkan deskripsi serta narasi cerita ,keahlian membaca mulai berkembang,
anak perempuan berbicara lebih banyak daripada laki-laki.
Untuk
lebih jelasnya kemampuan
komunikasi anak usia SD hasil penelitian Owens dkk (1995) bahwa kemampuan komunikasi anak usia SD adalah sebagai berikut.
No
|
Usia Anak
|
Perkembangan
Bahasa
|
1
|
6 tahun
|
a. Memiliki
kosa kata yang dapat di komunikasikan
b. Mampu
menyerap 20000-24000
kata
c. Mampu
membuat kalimat meskipun masih dalam bentuk kalimat
pendek
d. Pada
tarap tertentu sudah mampu mengucapkan kalimat lengkap
|
2
|
8 tahun
|
a. Mampu
bercakap-cakap dengan menggunakan kosa kata yang di milikinya
b. Mampu
mengemukakan ide dan pikirannya meskipun masih sering verbalisme.
|
3
|
10 tahun
|
a. Mampu
berbicara dalam waktu yang relative lama
b. Mampu
memahami pembicaraan
|
4
|
12 tahun
|
a. Mampu
menyerap 50.000 kata.
b. Mampu
berbahasa seperti oaring dewasa.
|
F.
Perkembangan Sosial
Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:132) menyatakan
bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan
diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah
dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka
telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak
mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah
(tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sueann Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2006:132) menyatakan
bahwa sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan
kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab dan efektif.
Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa
semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan
sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri
lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri,
mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan
kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar
memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam
bentuk tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134)
mengidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pembangkangan (negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini
terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak., sebaiknya orang tua mau
memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap “dependent” (ketergantungan) menuju kearah “independent” (bersikap mandiri).
2. Agresi (agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik
(nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi
terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau
keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ;
mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Sebaiknya orang tua berusaha
mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau
keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas
anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung
atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau
direbut mainannya.
4. Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap
agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk
verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang
digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan
selalu didorong oleh orang lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untukprestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang
lain) dan pada usia 6 tahun,
semangat bersaing ini berkembang dengan baik.
6. Kerja sama (cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum
berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya.
Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakan sikap
kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini berkembang dengan
baik.
7. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi
sosial, mendominasi atau bersikap “business”. Wujud dari
sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau
keinginannya. Anak ingin
selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan
menangis, menjerit atau marah-marah.
9. Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu
untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama
dengan dirinya.
Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa perkembangan
sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Keluarga
2. Kematangan
3. Status Sosial Ekonomi
4. Pendidikan
5. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat
penting bagi perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan
akhir anak-anak, Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai
anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan
mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan
sikap mereka
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat
memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri,
yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan
orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain,
bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
G.
Perkembangan Kepribadian
Kata kepribadian dalam bahasa asing disebut dengan kata personality. Kata ini berasal dari kata
latin, yaitu persona yang berarti topeng atau seorang individu yang berbicara melalui sebuah topeng yang
menyembunyikan identitasnya dan memerankan tokoh lain dalam drama. Sehingga kepribadian seseorang adalah perangsang dari
orang tua atau kesan yang ditimbulkan oleh keseluruhan tingkah laku orang lain. Definisi pengertian
kepribadian kebanyakan mengikuti definisi yang dikemukakan oleh Allport (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005) mengemukakan
bahwa kepribadian adalah personality is the dynamic organization within the individual
of those psychophysical systems that determine his unique adjustment with the
enviroment.
Kepribadian merupakan suatu organisasi yang merujuk kepada
suatu kondisi atau keadaan yang kompleks dan mengandung banyak aspek. Pada
periode anak sekolah, kepribadian anak belum terbentuk sepenuhnya seperti pada
orang dewasa. Kepribadian mereka masih dalam proses pengembangan. Namun
demikian, karakteristik anak secara sederhana dapat dikelompokan atas: (1)
kelompok anak yang mudah dan menyenangkan, (2) anak yang biasa-biasa saja, dan
(3) anak yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial, khsususnya dalam
melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah. Studi mengenai perkembangan pola kepribadian mengungkapkan bahwa
ada tiga faktor yang menentukan perkembangan kepribadian sesorang termasuk
peserta didik usia SD/MI.
1.
Faktor bawaan, termasuk
sifat-sifat yang diturunkan secara genetik dari orang tua kepada anaknya,
misalnya sifat sabar anak dikarenakan orang tuanya juga memiliki sifat sabar.
Demikian juga, wawasn sosial anak dipengaruhi oleh tingkat kecerdasannya
2.
Pengalaman awal,
dalam lingkungan keluarga ketika anak
masih kecil. Pengalaman itu membentuk konsep diri primer yang sangat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak dalam mengadakan penyesuaian diri
dan sosial pada perkembangan kepribadian periode selanjutnya.
3.
Pengalaman
kehidupan selanjutnya, dapat memperkuat konsep diri dan dasar
kepribadian yang sudah ada, atau karena pengalaman yang sangat kuat sehingga
mengubah konsep diri dan sifat-sifat yang sudah terbentuk pada diri seseorang.
H.
Perkembangan Moral
Setiap manusia memiliki
moral, moral adalah nilai-nilai yang ada pada diri manusia. Sjarkawi,. bahwa :
”Moral berasal dari bahasa Latin, yaitu kata mos, (adat istiadat, kebiasaan,
cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, tabiat, watak, akhlak,
cara hidup). Secara etimologi etika dan moral memiliki arti yang sama karena
berasal dari bahasa yang sama yaitu adat kebiasaan, tetapi asal bahasa nya
berbeda, etika berasal dari bahasa Yunani, dan moral berasal dari bahasa Latin
(Runes:1977:202). Jadi arti dari moral dan etika memiliki arti yang sama tapi
asal bahasa nya berbeda. Kesimpulannya etika dan moral memiliki arti yang sama
yaitu konteks, aturan , dan cara seseorang dalam mengatur tingkah lakunya
agar sesuai dengan norma yang berlaku dan nilai yang dipegang seseorang agar
sampai pada tujuan yang diharapkan.
Perkembangan Moralitas
Anak Nilai
moral dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, arti dari moralitas atau
moral itu sendiri berasal dari bahasa latin Mos ( jamak:mores) yang berarti
cara hidup atau kebiasaan. Terdapat enam prinsip moral, yaitu sebagai berikut :
1. Prinsip keindahan (beauty)
2. Prinsip persamaan (equality)
3. Prinsip kebaikan (goodness)
4. Prinsip keadilan (justice)
5. Prinsip kebebasan (liberty)
6. Prinsip kebenaran (truth)
Dalam proses penyadaran moral akan bertumbuh melalui
interaksi dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sekolah, lingkungan tempat
tingggalnya yang dalam lingkungan-lingkunganya itu ia akan mendapat larangan,
suruhan, pembenaran, ataupun celaan, dan akan ada proses timbal balik
dari apa yang ia lakukan. Menjadikan
pendidikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk mengkhayati agamanya,
tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar
dikontruksi dari pengalaman keberagaman. Oleh sebab itu, pendidikan agama yang
dilangsungkan di sekolah harus lebih menekankan pada penempatan peserta didik
untuk mencari pengalaman keberagaman (religiousity). Dengan
pendekatan demikian, maka yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah ajaran
dasar agama yang sarat dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas, seperti
kedamaian dan keadilan.
Sejalan dengan perkembangannya
kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya
dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatif),
mengalami perkembangan. Menurut Nurihsan (2011), mengemukakan bahwa pada garis besarnya
perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam masa anak sekolah
(7-8 sampai 11-12 tahun) yang ditandai antara lain, oleh hal berikut ini :
1.
Sikap keagamaan bersifat reseptif
tetapi disertai pengertian
2.
Pandangan dan paham
ketuhanan diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika
yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi
dan keagungan-Nya.
3.
Pengahayatan secara
rohaniah makin mendalam, malaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai
keharusan moral.
I.
Permasalahan Perkembangan
Anak Usia Sekolah Dasar
1.
Permasalahan Fisik Anak Usia SD
Terdapat beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan
kesehatan dan kebugaran anak sekolah dasar, yaitu :
a. Obesity
Kegemukan yang terjadi pada usia 6 – 11 tahun merupakan isu utama yang
terjadi pada usia sekolah dasar. Penyebab kegemukan tersebut disebabkan karena
kelebihan berat badan sebagai akibat dari kurangnya berolahraga dan terlalu
banyak makan.
b. Kondisi medis
Pada umumnya semua anak sering mendapat sakit, namun penyakit tersebut
berlangsung singkat. Dalam masa sekolah selama 6 tahun dapat disimpulkan pada
umumnya anak – anak mendapat sakit yang akut dalam waktu singkat dengan
berbagai kondisi medis, biasanya kena virus atau flu, dan migrant (sakit
kepala).
c. Penglihatan
Pada anak usia sekolah, penglihatan lebih tajam daripada waktu – waktu
sebelumnya. Anak yang berusia di bawah 6 tahun cenderung memiliki penglihatan
jarak jauh, sebab mata mereka belum matang (matured) dan dibentuk secara
berbeda daripada orang dewasa. Namun setelah usia tersebut, maka mereka bukan
hanya lebih matang, tetapi juga dapat menfokuskan penglihatan lebih baik.
d. Kesehatan gigi
Pada usia 6 tahun anak mengalami tanggal giginya yang pertama kali, yang
selanjutnya diganti dengan gigi yang tetap setiap tahun sebanyak empat gigi
untuk tahun kelima berikutnya.
e. Kebugaran anak
Latihan fisik sangat dibutuhkan bagi anak – anak untuk kebugaran tubuhnya.
Latihan anak serta dapat menjaga bentuk jasmaninya.
f. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya; bawaan
dari lahir, kecelakaan, akibat dari penyakit yang diderita dll.
g. Kidal
Kidal merupaka gangguan fisik berupa kelainan yang terjadi pada bagian ogan
tubuh tertentu dalam pemfungsian organ tubuh yang tidak wajar semisal menulis
dengan tangan kiri. Ada beberapa penyebab dari kidal ini, antara lain factor
bawahan dari lahir dan factor pembisaan yang salah. Akibat dari kidal ini
adalah merasa kurang percaya diri karena diangap tidak wajar.
h. Kekurangan berat badan atau Gizi
Sama halnya dengan obesitas, kekurangan berat badan ataupun gizi ini juga
menyebabkan gangguan fisik pada anak. Penyebab dari kurangnya berat badan bisa
terjadi karena kekurangan asupan makana yang dibutuhkan anak pada saat
perkembangan dan factor keturunan. Akibat dari kekurangan berat badan ini
adalah merasa kurang percaya diri, mudah terserang penyakit.
2. Permasalahan
Psikis Anak Usia SD
a. Permasalahan Belajar Anak
Beberapa jenis masalah belajar yang dihadapi
anak SD antara lain :
1) Keterlambatan Akademik.
2) Sangat Lambat Belajar
3) Penguasaan Materi yang lebih rendah dari yang
dipersyaratkan.
4) Off task behavior,
merupakan bentuk perilaku yang muncul selama mengikuti proses pembelajaran
tetapi tidak mendukung kegiatan belajar.
5) Tidak ada motivasi.
6) Defensive
pessismism dilakukan gua melindungi citra diri dan harga diri, tetapi
defensive pessismism dilakukan dengan mengembangkan standar yang rendah dalam
tujuan yang hendak dicapai..
7) Tidak menguasai keterampilan belajar (lack of learning
skills). Seorang siswa idealnya memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai untuk melakukan proses belajarnya.
8) Gangguan keterampilan motorik dikenal pula dengan sebutan ganguan
koordinasi perkembangan.
9) Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)
10) Discalculia. Anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung.
b. Masalah emosional
1) Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada
perilakunya, mereka menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan
bantuan orang lain..
2) Attention-Devicite Hyperactivity Disorder (Hiperaktif)
Menurut Santrock, hiperaktif mempunyai cirri kelainan berupa suatu
rentang.Faktor penyebab dari hiperaktif meliputi
a) Faktor keturunan
Faktor keturunan pada tempramen perlu diperhatikan, dengan tingkat
aktifitas sebagai suatu aspek tempramen yang membedakan seorang anak dari anak
lain dari perkembangan diri.
b) Faktor kerusakan janin prakelahiran
Bahaya prakelahiran dapat juga menyebabkan perilaku hiperaktif, semisal
minuman alcohol yang dikonsumsi secara berlebihan oleh perempuan selama hamil
berkaitan dengan lemahnya perhatian dan pemusatan perhatian anak mereka pada
usia 4 tahun
c) Faktor makanan
Berkaitan dengan makanan, defisiensi vitamin dapat juga menyebabkan masalah
– masalah pemusatan perhatian anak hiperaktif. Kekurangan vitamin B adalah
faktor khusus. Konsumsi kafeein dan gula dapat juga menyebabkan sianak kurang
dapat memusatkan perhatian.
2.
Permasalahan Stress Pada Anak
Stres adalah respon individu terhadap keadaan – keadaan dan peristiwa –
peristiwa, yang disebut stressor yang mengancam dan mengurangi kemampuan mereka
dalam menhadapi stress – stress tersebut.
Salah satu penyebab dari stress yaitu peristiwa – peristiwa yang dialami
dalam kehidupan seperti perceraian, kematian orang tua, percekcokan sehari –
hari dan hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan menyebabkan stress yang luar biasa
pada anak – anak dan keluarganya. kemiskinan berkaitan dengan peristiwa –
peristiwa yang berbahaya dan tidak terkendalikan dalam kehidupan anak – anak.
misalnya, anak miskin lebih banyak mengalami kejahatan dan kekerasan
dibandingkan anak kelas menengah.
Pengaruh sosial budaya yang dapat menyebabkan stress pada anak adalah
akulturasi. akulturasi mengacu pada perubahan kebudayaan yang berasal dari
kontak langsung yang terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda.
stress akulturatif mengacu pada akibat akibat negative dari akulturasi.
Salah satu perisai pelindung yang pentingf bagi anak – anak untuk melawan
stress adalah adanya suatu relasi dasar, yang saling percaya dan bersifat
jangka panjang dengan sekurang – kurangnya satu orang dewasa. jaringan dukungan
keluarga yang sudah ada juga penting.
c. Permasalahan
Sosial Anak
Perkembangan social merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan social.
dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma – norma kelompok dan tradisi. Macam – macam permasalahan social yang
dihadapai anak usia dasar
1) Pembangkangan
yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. tingkah laku ini terjadi sebagai
reaksi terhadap penereapan disiplin atau tuntuan orang tua atau lingkungan yang
tidak sesuai dengan anak.
2) Agresi
yaitu
perilaku menyerang balik secara fisik (non verbal) maupun kata – kata (verbal).
agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa
karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini
mewujud dalam perilaku menyerang seperti memukul, mencubuit, menendang, dan
mencaci maki.
3) Bertengkar
Bertengkar atau berselisih terjadi apabila
seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak
lain.
4) Persaingan
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang
lain.
J.
Hasil
Penelitian
1.
Menurut Sheldon (Hurlock, 1990), faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak :
a. Faktor kematangan
b. Faktor Keturunan
c. Pengaruh lain (Perbedaan jenis Kelamin, Kondisi waktu
lahir, Nutris).
2
Perkembangan kognitif merupakan suatu proses psikologis yang
terjadi dalam bentuk pengenalan, pengertian, dan pemahaman dengan menggunakan
pengamatan, pendengaran, dan pemikiran (Baraja 2005). Perkembangan kognitif
menurut Dariyo (2007) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor
genetik/keturunan, faktor lingkungan, dan interaksi faktor genetik dengan
faktor lingkungan.
3
Emotion coaching
sebaiknya diberikan pada masa kanak-kanak awal yaitu antara usia empat sampai
tujuh tahun sebab pada masa ini anak mulai membentuk hubungan sosial dengan
teman sebayanya dan anak dapat mengembangkan ketrampilan mengatur emosinya
ketika berinteraksi dengan teman sebayanya. Hal ini sesuai dengan penelitian
Gottman & DeClaire (1997) yang menunjukkan bahwa anak yang berhasil
mengendalikan emosinya ketika berhubungan dengan kelompok sosialnya pada masa
kanak-kanak tengah yaitu antara usia delapan sampai dua belas tahun adalah anak
yang telah belajar mengendalikan emosinya pada masa kanak-kanak awal melalui emotion coaching.
4
Bahasa memiliki cangkupan yang luas , karena itu sebagaimana di kemukakan Lerner (1998) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi
yang terintegrasi,mencangkup bahasa ujaran,membaca,dan menulis.ketika pertama
kali anak mengenal keadaan sekitarnya tentang kejadian kehidupannya maupun tentang
tanda-tanda,benda-benda yang dapat mendukung terjadinya peristiwa,maka saat itu
pemahaman akan kesadaran anak tentang apa yang di kenalnya belum tumbuh.secara
umum klasifikasi bahasa pada anak usia SD dapat di bedakan menjadi bahsa
lisan,bahasa tulis dan bahasa isyarat.
5
Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Keluarga
b. Kematangan
c. Status Sosial Ekonomi
d. Pendidikan
e. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
6
Menurut William Sheldon
Sheldon
membagi tipe kepribadian berdasarkan dominasi lapisan yang berada dalam tubuh
seseorang. Berdasarkan aspek ini, dia membagi tipe kepribadian menjadi tiga:
1. Ektomorph
Tipe orang yang berbadan kurus tinggi, karena lapisan badan bagian luar
yang dominan. Sifatnya antara lain suka menyendiri dan kurang bergaul dengan
lingkungan masyarakatnya.
2. Mesomorph
Tipe orang yang berbadan sedang, dikarenakan lapisan badan bagian tengah
yang dominan. Sifat orang tipe ini antara lain giat bekerja dan mampu mengatasi
sifat agresif.
3. Endomorph
Tipe orang yang memiliki bentuk badan gemuk, bulat, dan anggota tubuh yang
pendek karena lapisan badan bagian dalam yang dominan. Sifat yang dimilikinya
antara lain kurang cerdas, senang makan, suka dengan kemudahan, dan tidak
banyak mengambil resiko dalam kehidupan.
7
Etika dan moral memiliki arti yang
sama yaitu konteks, aturan , dan cara seseorang dalam mengatur tingkah
lakunya agar sesuai dengan norma yang berlaku dan nilai yang dipegang seseorang
agar sampai pada tujuan yang diharapkan.
8
Owen (Semiawan, 1998) menjelaskan
perkembangan bahasa (pragmatik dan semantik) anak pada usia sekolah dasar.
Menurutnya, anak usia 5 tahun sangat sering menggunakan bahasa untuk mengajukan
permintaan, mengulang untuk perbaikan, mulai membicarakan topik-topik gender.
Anak usia 6 tahun mengulang dengan cara elaborasi untuk perbaikan, dan
menggunakan kata-kata keterangan. Anak usia 7 tahun mengguna-kan dan memahami
sebagian istilah dan membuat plot naratif yang mempunyai pengantar dan akhir
dari topik yang mau diungkapkan. Anak usia 8 tahun menggunakan topik-topik yang
konkret, mengenal makna nonliteral dalam bentuk permintaan langsung, dan mulai
mempertimbangkan maskud lainnya. Pada usia 9 tahun, anak memelihara topik melalui
beberapa perubahan.
K.
Upaya
Pendidikan
(Sekolah)
Dalam
Membatu Perkembangan Anak Usia Masa Sekolah Dasar
Tugas-tugas perkembangan yang dipaparkan
diatas, merupakan gambaran perwujudan kematangan biologis dan psikologis
individu, ekspektasi masyarakat dan tuntutan budaya dan agama. Penuntasan
tugas-tugas perkembangan tersebut tidak selalu berjalan dengan mulus. Untuk
mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan
oleh pihak sekolah, yaitu:
1.
Menciptakan iklim religious yang dapat memfasilitasi
perkembangan kesadaran beragama, akhlak mulia, etika atau karakter peserta
didik. Pihak sekolah perlu menyediakan sarana dan prasarana peribadatan,
memberikan contoh atau suri tauladan dalam melaksanakan ibadah, dan berakhlak
mulia, seperti menyangkut aspek kedisiplinan, ketertiban, kebersihan,
keindahan, kejujuran, dan tanggung jawab.
2.
Pendekatan spiritual parenting seperti :
a.
Memupuk hubungan sadar anak dengan Tuhan melalui doa setiap hari.
b.
Menanyakan kepada anak bagaimana Tuhan terlibat dalam aktivitasnya
sehari-hari
c.
Memberikan kesadaran kepada anak bahwa Tuhan akan membimbing apabila kita
meminta. Menyuruh anak merenungkan bahwa
Tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak
dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi
tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat
apapun
3.
Membangun suasana sosio-emosional yang kondusif bagi
perkembangan keterampilan social dan kematangan emosi peserta didik, seperti
memelihara hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dengan guru-guru, guru
dengan guru, siswa dengan siswa. Guru bersikap ramah dan respek terhadap
peserta didik, begitupun peserta didik kepada guru.
4.
Membangun iklim intelektual yang memfasilitasi perkembangan
berpikir, nalar, dan kemampuan mengambil keputusan yang baik. Penciptaan ilkim
intelektual ini bias berlangsung dalam proses pembelajaran di kelas (seperti
guru menerapkan metode pembelajaran yang variatif; menjelaskan materi pelajaran
dengan menggunakan multimedia atau memanfaatkan laboratorium secara efektif;
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan mengemukakan pendapat
atau gagasan); dan kegiatan kelompok-kelompok belajar sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
5.
Mengoptimalkan program bimbingan dan konselling untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik, baik menyangkut aspek pribadi,
social, belajar/ akademik, maupun karier (sekolah lanjutan atau dunia kerja).
6.
Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan
sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam
sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara
bersama-sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah
mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk
belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian
terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan
melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap
pelajaran.
7.
Memberikan rangasangan untuk berpikir untuk menemukan sendiri konsep-konsep
pembelajaran. Karena pada masa usia sekolah dasar pertumbuhan otak lebih pesat
dibandingkan dengan pertumbuhan sel jaringan lain. Jaringan otak akan hidup
bila diprogram melalui rangsangan.
8.
Sekolah memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan kecerdasan
emosi anak dengan memberikan emotion
coaching sejak dini. Emotion coaching
sebaiknya diberikan pada masa kanak-kanak awal yaitu antara usia empat sampai
tujuh tahun sebab pada masa ini anak mulai membentuk hubungan sosial dengan
teman sebayanya dan anak dapat mengembangkan ketrampilan mengatur emosinya
ketika berinteraksi dengan teman sebayanya.
9.
Penggunaan sosiometri untuk menentukan status sosial anak. Sosiometri
dapat diperoleh data mengenai kedudukan anak dalam
kelompoknya dapat dimanfaatkan untuk pembentukan kelompok belajar atau kerja
kelompok sehingga dapat mendorong anak untuk berprestasi
BAB III
PENUTUP
Deskripsi tentang karakteristik dan
perkembangan siswa sekolah dasar bagaimanapun juga akan terkait dengan uraian
tentang manusia sebagai peserta didik yang ditempatkan sebagai pribadi yang
utuh dalam kesatuan psikofisis atau psikosomatis yang terus mengalami
pertumbuhan dan pembentukan karakter. Berangkat dari itu, berbagai variabel
yang melengkapi eksistensi individu akan sangat potensial dalam membentuk
karakteristik dan memicu perkembangan individu itu sendiri.
Pada
sisi yang sama, sekolah dasar sebagai salah satu lingkungan pembentuk karakter
siswa didik, berperan pula sebagai lingkungan yang merangsang perkembangan
potensi-potensi yang dimiliki siswa didik. Begitupula akan membawa
perubahan-perubahan apa saja dalam pola sikap dan pikir, kematangan
intelektual, mental, fisik serta emosi yang dimanfaatkan dalam pencapaian
pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan.
Dengan sendirinya, berbagai karakter
dan pola perkembangan dalam proses pematangan potensi siswa didik bukanlah
sesuatu yang bersifat alami jika dikaitkan dengan dorongan-dorongan potensi
tertentu atau input-input internal maupun eksternal sebagai daya perubah bagi
konstruk kualitas individu yang bersangkutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiamin, dkk. 2006. Perkembangan Peserta
Didik. Bandung: UPI Press.
Gottman, J dan De Claire, J. 1997. Kiat-kiat Membesarkan
Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (alih bahasa T Hermaya). Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Nurihsan,
A.J 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya.
Owens, Robert G. 1995. Organizational
Behavior in Education. Allyn and Bacon. Boston.
Papalia, D.E., Olds. S.W., & Feldman R. D. (2007). Human Development 10th ed. New York : McGraw Hill. Companies.
Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992). Child
Development, 5 th Ed. Dubuque, IA,Wm, C.Brown
Semiawan, C.R. 1999. Perkembangan
dan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Sujiono, dkk (2005). Menu Pembelajaran Anak Usia Dini. Jakarta : Cira Pendidikan.
Sukmadinata, S.N. 2005, Landasan Psikologi
Proses Pendidikan, Bandung: PT Rosda Karya.
Sunarto dan Hartono, A. 2006. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi
Perkembangan Anak. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar