Sabtu, 27 Agustus 2016

Perkembangan Usia Sekolah Dasar



BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang

Guru perlu memiliki kemampuan yang kompleks. Guru bukan saja harus mampu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, penilaian hasi belajar, tetapi lebih jauh guru harus mempunyai dan memahami setiap karakteristik siswa. Sesuai dengan tuntutan profesionalisme guru, perlu memiliki kemampuan pedagogik. Salah satu kompetensi pedagogik guru harus menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
Karakteristik siswa sekolah dasar yang cukup unik, karea berbeda dengan kita selaku guru, perlu menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan ketika guru menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran dan proses penilaian hasil dan proses belajar. Tanpa mengetahui karakteristik siswa usia sekolah dasar, seorang guru tidak memiliki kemampuan untuk melayani siswa sebagai manusia pembelajar. Pada dasarnya proses pembelajaran merupakan upaya guru melayani kebutuhan siswa. Guru yang memahami karakteristik siswa, tidak akan memposisikan siswa sebagai objek pembelajaran, tetapi sebagai subjek. Dengan memposisikan siswa sebagai subjek, guru akan melayani siswa dengan berbagai kekurangan dan kelebihan dari aspek fisik, kognitif, spiritual, sosial, emosional, bahasa dan kepribadian.
Maka dari itu penyusun merasa perlu menjelaskan konsep perkembangan siswa dari berbagai aspek dalam suatu karya ilmiah berbentuk makalah. Hal ini perlu diangkat pada makalah, karakteristik siswa sekolah dasar perlu diketahui dan dipahami oleh guru.

B.          Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini karakteristik perkembangan siswa sekolah dasar, permasalahan perkembangan usia siswa sekolah dasar, dan upaya yang perlu melayani  siswa sesuai karakteristik perkembangannya. Untuk lebih jelasnya rincian rumusan masalah yaitu :
1.           Bagaimana Perkembangan Perkembangan fisik anak pada  anak usia sekolah dasar?
2.           Bagaimana Perkembangan Perkembangan kognitif/intelektual anak usia sekolah dasar?
3.           Bagaimana Perkembangan Perkembangan emosi anak anak usia sekolah dasar?
4.           Bagaimana Perkembangan Perkembangan bahasa anak anak usia sekolah dasar?
5.           Bagaimana Perkembangan Sosial anak anak usia sekolah dasar?
6.           Bagaimana perkembangan kepribadian   anak usia sekolah dasar?
7.           Bagaimana Perkembangan moral dan kesadaran  beragama anak usia sekolah dasar?
8.           Apa saja permasalahan perkembangan pada anak usia sekolah dasar?
9.           Upaya apa saja yang dilakuan oleh pihak sekolah dalam mengoptimalkan perkembangan siswa usia sekolah dasar?
C.         Tujuan
Tujuan dari penyusun makalah ini adalah :
1.         Menjelaskan perkembangan fisik anak masa usia sekolah dasar.
2.         Menjelaskan perkembangan kognitif/intelektual anak masa usia sekolah dasar.
3.         Menjelaskan perkembangan emosi anak pada  masa usia sekolah dasar .
4.         Menjelaskan perkembangan bahasa anak masa usia sekolah dasar .
5.         Menjelaskan perkembangan sosial anak masa usia sekolah dasar.
6.         Menjelaskan perkembangan kepribadian pada  masa usia sekolah dasar.
7.         Menjelaskan perkembangan moral dan kesadaran  beragama anak  masa usia sekolah dasar .
8.         Menjelaskan permasalahan perkembangan pada anak usia sekolah dasar.
9.         Memaparkan upaya yang dilakuan oleh pihak sekolah dalam mengoptimalkan perkembangan siswa usia sekolah dasar.


BAB II
KAJIAN TEORI

A.         Definisi Perkembangan

Perubahan merupakan hal yang melekat dalam pengertian perkembangan. E.B. Hurlock (Istiwidayanti dan Soedjarwo, 1991) mengemukakan bahwa perkembangan atau development merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Ini berarti, perkembangan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat progresif (maju), baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kuantitatif disebut juga ”pertumbuhan” merupakan buah dari perubahan aspek fisik seperti penambahan tinggi, berat dan proporsi badan seseorang. Perubahan kualitatif meliputi perubahan aspek psikofisik, seperti peningkatan kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi dan sikap, dll. Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga yang mengalami pengurangan seperti gejala lupa dan pikun. Jadi perkembangan bersifat dinamis dan tidak pernah statis.

B.          Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik anak SD ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1.                Tinggi dan berat badan
Bila dibanding dengan pada usia dini dan masa remaja, pertumbuhan fisik anak pada usia SD cenderung lebih lambat dan relatif konsisten. Laju perkembangan seperti ini berlangsung sampai terjadinya perubahan-perubahan besar pada awal pubertas.Karena adanya penambahan ukuran dalam kerangka tulang belulang, sistem otot, dan ukuran organ-organ tubuh lainnya, tinggi dan berat badan anak secara bertahap terus bertambah.
Selama usia SD ini, kekuatan fisik anak lazimnya meningkat dua kali lipat. Gerakan-gerakan lepas pada masa sebelumnya sangat membantu pertumbuhan otot ini. Dengan demikian, disamping faktor kematangan, unsur latihan juga sangat membantu proses peningkatan dalam kekuatan otot.
2.                Proporsi dan bentuk tubuh
Anak SD kelas-kelas awal umumnya masih memiliki proporsi tubuh yang kurang seimbang. Kekurangan seimbang ini sedikit demi sedikit berkurang sampai terlihat perbedaannya ketika anak mencapai kelas 5 atau kelas 6. Pada kelas-kelas akhir SD lazimnya proporsi tubuh anak sudah mendekati keseimbangan.
      Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock, 1990), ada tiga kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD. Tiga bentuk primer tubuh tersebut adalah:
1)           Endomorph, yakni yang tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan   besar.
2)           Mesomorph, yakni yang kelihatan kokoh, kuat, dan lebih kekar.
3)           Ectomorph, yakni yang tampak jangkung, dada pipih, lemah dan seperti   tak  berotot.
3.                Otak
Pertumbuhan otak dan system syaraf merupakan salah satu aspek terpenting dalam perkembangan induvidu. Bila dibandingkan dengan pertumbuhan bagian-bagian tubuh lainnya, pertumbuhan otak dan kepala ini jauh lebih cepat. Menurut Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992), sebagian besar pertumbuhan otak itu terjadi pada masa usia dini.
Kematangan otak yang dikombinasi dengan pengalaman berintraksi dengan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognisi anak. Dalam hal ini, bukan sekedar kebutuhan nutrisi yang perlu dipenuhi, melainkan juga diperlukan rangsangan-rangsangan yang membuaat otak anak itu berfungsi.
Menurut penelitian  Sperry at al (Witdarmono, 1996), konstruksi jaringan otak itu hanya akan hidup bila diprogram melalui rangsangan. Tampa dirangsang atau digunakan, otak manusia tidak akan berkembang. Karena pertumbuhan otak memilki keterbatasan waktu, maka rangsangan otak diusia dini menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan membuat otak itu tetap tertutup sehingga tidak dapat menerima program-program baru.




C.         Perkembangan Kognitif

Perkembangan Kognitif adalah perkembangan kemampuan anak berpikir dengan penalaran yang semakin canggih seiring dengan bertambahnya usia. Mulai dari anak yang bersifat alami kemudian memiliki ketertarikan terhadap dunia dan secara aktif mencari informasi yang dapat membantu mereka memahami dunia yang semakin maju. Anak pun akan terus-menerus bereksperimen dengan obyek-obyek yang mereka jumpai. Anak-anak tidak hanya sekedar bereksperimen namun mereka juga mengumpulkan hal-hal yang telah mereka pelajari kemudian terisolasi.
Piaget mengemukakan bahwa anak-anak mengontruksi keyakinan-keyakinan dan pemahaman-pemahaman mereka berdasarkan pengalaman (konstruktivisme).. Sistem yang mengatur pembentukan kognitif  anak dipengaruhi dua faktor, yakni
1.           Skema yang diperlihatkan dengan adanya pola teratur yang melatar belakangi tingkah laku seseorang,
2.           Adaptasi atau penyesuaian terhadap lingkungan yang dilakukan melalui proses pertama asimilasi, yang berarti integrasi antara elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang ada pada diri individu, dan kedua proses akomodasi yang berarti perubahan pada individu agar dapat menyesuaikan diri terhadap objek yang ada di luar dirinya.
Piaget membagi tahap perkembangan kognitif ke dalam empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra-operasional, tahap konkret operasional, dan tahap formal operasional.
1.           Tahap 1: Sensorimotor (0-2 tahun). Pada tahap ini anak menggunakan penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Diawali dengan modifikasi refleks yang semakin lebih efisien dan terarah, dilanjutkan dengan reaksi pengulangan gerakan yang menarik pada tubuhnya dan keadaan atau objek yang menarik, koordinasi reaksi dengan cara menggabungkan beberapa skema untuk memperoleh sesuatu, reaksi pengulangan untuk memperoleh hal-hal yang baru, serta permulaan berpikir dengan adanya ketetapan objek. Pada masa sensorimotor, berkembang pengertian bahwa dirinya terpisah dan berbeda dengan lingkungannya. Anak berusaha mengkoordinasikan tindakannya dan berusaha memperoleh pengalaman melalui eksplorasi dengan indera dan gerak motorik. Jadi, perkembangan skema kognitif anak dilakukan melalui gerakan refleks, motorik, dan aktivitas indera. Selanjutnya, anak juga mulai mampu mempersepsi ketetapan objek.
2.          Tahap 2: Pra-Operasional (2-7 tahun). Pada fase ini anak belajar mengenal lingkungan dengan menggunakan simbol bahasa, peniruan, dan permainan. Anak belajar melalui permainan dalam menyusun benda menurut urutannya dan mengelompokan sesuatu. Jadi, pada masa pra-operasional anak mulai menggunakan bahasa dan pemikiran simbolik. Mereka mulai mengerti adanya hubungan sebab-akibat meskipun logika hubungannya belum tepat, mampu mengemukakan alasan dalam menyatakan pendapat atau ide, mulai dapat mengelompokan sesuatu, serta perbuatan rasionalnya belum didukung oleh pemikiran tetapi oleh perasaan
3.          Tahap 3: Konkret Operasional (7-11 tahun). Pada masa ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas mengkonservasi angka melalui tiga macam proses operasi, yaitu:
a.        Negasi sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi di antara kegiatan dan memahami hubungan antara keduanya;
b.        Resiprokasi sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik; serta
c.            Identitas dalam mengenali benda-benda yang ada.
Dengan demikian, pada tahap ini anak sudah mampu berpikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, serta memahami konsep melalui pengalaman sendiri dan lebih objektif.
4.          Tahap 4: Formal Operasional (11 tahun – dewasa). Pada fase ini anak sudah dapat berpikir abstrak, hipotetis, dan sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan memikirkan hal-hal yang akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak sudah mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif/kemungkinan dalam memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam abstraksi, memahami arti simbolik, dan membuat perkiraan di masa depan.

D.         Perkembangan Emosi

    Pengertian Emosi Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu (Sujiono, Yuliani N, Bambang Sujiono, 2005).
Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu Yusuf, 2008).
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang.   Pengelompokan Emosi Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
1.          Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar
2.          Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan.
Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
a.            Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
1)           Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah
2)           Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
3)           Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan ilmiah yang harus dipecahkan
b.            Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti :
1)           Rasa solidaritas
2)           Persaudaraan (ukhuwah)
3)           Simpati
4)           Kasih sayang, dan sebagainya
c.             Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya :
1)           Rasa tanggung jawab (responsibility)
2)           Rasa bersalah apabila melanggar norma
3)           Rasa tentram dalam mentaati norma
d.            Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan   keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian.
e.             Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu Yusuf, 2008).
Perkembangan Emosi Anak Pada Usia Sekolah Dasar menurut Papalia, Olds & Feldman (2007) masa kanak-kanak tengah dimulai dari usia 6-11 tahun sedangkan menurut Gottman & DeClaire (1997) masa kanak-kanak tengah dimulai dari usia 8-12 tahun. Selama periode masa kanak-kanak tengah (Usia SD) anak-anak mulai berhubungan dengan suatu kelompok sosial yang lebih luas dan memahami pengaruh sosial. Pada saat bersamaan, anak-anak mulai tumbuh secara kognitif dan mampu mengenali emosi mereka sendiri (Gottman & DeClaire, 1997).
Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.

E.          Perkembangan Bahasa

Menurut Semiawan (1998) mengemukakan bahwa  bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan (pendapat, perasaan, dll) dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna, dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat.
Owen (Semiawan CR, 1999) menjelaskan perkembangan bahasa (pragmatik dan semantik) anak pada usia sekolah dasar. Menurutnya, anak usia 5 tahun sangat sering menggunakan bahasa untuk mengajukan permintaan, mengulang untuk perbaikan, mulai membicarakan topik-topik gender. Anak usia 6 tahun mengulang dengan cara elaborasi untuk perbaikan, dan menggunakan kata-kata keterangan. Anak usia 7 tahun menggunakan dan memahami sebagian istilah dan membuat plot naratif yang mempunyai pengantar dan akhir dari topik yang mau diungkapkan. Anak usia 8 tahun menggunakan topik-topik yang konkret, mengenal makna nonliteral dalam bentuk permintaan langsung, dan mulai mempertimbangkan maskud lainnya. Pada usia 9 tahun, anak memelihara topik melalui beberapa perubahan.
Bertambahnya kosakata, memperkaya perbendaharaan kata, menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lain dan menghasilkan deskripsi serta narasi cerita ,keahlian membaca mulai berkembang, anak perempuan berbicara lebih banyak daripada laki-laki.
Untuk lebih jelasnya kemampuan komunikasi anak usia SD hasil penelitian Owens dkk (1995) bahwa kemampuan komunikasi anak usia SD adalah sebagai berikut.
No
Usia Anak
Perkembangan Bahasa
1
6 tahun
a.  Memiliki kosa kata yang dapat di komunikasikan
b.  Mampu menyerap 20000-24000 kata
c.  Mampu membuat kalimat meskipun masih dalam bentuk    kalimat pendek
d.   Pada tarap tertentu sudah mampu mengucapkan kalimat lengkap
2
8 tahun
a. Mampu bercakap-cakap dengan menggunakan kosa kata yang di milikinya
b.  Mampu mengemukakan ide dan pikirannya meskipun masih sering verbalisme.
3
10 tahun
a. Mampu berbicara dalam waktu yang relative lama
b.  Mampu memahami pembicaraan
4
12 tahun
a.  Mampu menyerap 50.000 kata.
b.  Mampu berbahasa seperti oaring dewasa.

F.          Perkembangan Sosial

Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:132)  menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sueann Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2006:132)  menyatakan bahwa  sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.
 Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks  perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134) mengidentifikasikan sebagai berikut:
1.    Pembangkangan (negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak., sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent” (ketergantungan) menuju kearah independent” (bersikap mandiri).
2.      Agresi (agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.  Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.     Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut mainannya.
4.      Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.     Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untukprestice  (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan baik.


6.     Kerja sama (cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini berkembang dengan baik.
7.     Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap business. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8.     Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah.
9.      Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.    Keluarga
2.    Kematangan
3.    Status Sosial Ekonomi
4.    Pendidikan
5.    Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau  merahasiakannya.
G.         Perkembangan Kepribadian
Kata kepribadian dalam bahasa asing disebut dengan kata personality. Kata ini berasal dari kata latin, yaitu persona yang berarti topeng atau seorang individu yang berbicara melalui sebuah topeng yang menyembunyikan identitasnya dan memerankan tokoh lain dalam drama. Sehingga kepribadian seseorang adalah perangsang dari orang tua atau kesan yang ditimbulkan oleh keseluruhan tingkah laku orang lain. Definisi pengertian kepribadian kebanyakan mengikuti definisi yang dikemukakan oleh Allport (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005) mengemukakan bahwa kepribadian adalah personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustment with the enviroment.
Kepribadian merupakan suatu organisasi yang merujuk kepada suatu kondisi atau keadaan yang kompleks dan mengandung banyak aspek. Pada periode anak sekolah, kepribadian anak belum terbentuk sepenuhnya seperti pada orang dewasa. Kepribadian mereka masih dalam proses pengembangan. Namun demikian, karakteristik anak secara sederhana dapat dikelompokan atas: (1) kelompok anak yang mudah dan menyenangkan, (2) anak yang biasa-biasa saja, dan (3) anak yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial, khsususnya dalam melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah. Studi mengenai perkembangan pola kepribadian mengungkapkan bahwa ada tiga faktor yang menentukan perkembangan kepribadian sesorang termasuk peserta didik usia SD/MI.
1.          Faktor bawaan, termasuk sifat-sifat yang diturunkan secara genetik dari orang tua kepada anaknya, misalnya sifat sabar anak dikarenakan orang tuanya juga memiliki sifat sabar. Demikian juga, wawasn sosial anak dipengaruhi oleh tingkat kecerdasannya
2.           Pengalaman awal,  dalam lingkungan keluarga ketika anak masih kecil. Pengalaman itu membentuk konsep diri primer yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak dalam mengadakan penyesuaian diri dan sosial pada perkembangan kepribadian periode selanjutnya.
3.           Pengalaman kehidupan selanjutnya,  dapat memperkuat konsep diri dan dasar kepribadian yang sudah ada, atau karena pengalaman yang sangat kuat sehingga mengubah konsep diri dan sifat-sifat yang sudah terbentuk pada diri seseorang.

H.         Perkembangan Moral

Setiap manusia memiliki moral, moral adalah nilai-nilai yang ada pada diri manusia. Sjarkawi,. bahwa : ”Moral berasal dari bahasa Latin, yaitu kata mos, (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, tabiat, watak, akhlak, cara hidup). Secara etimologi etika dan moral memiliki arti yang sama karena berasal dari bahasa yang sama yaitu adat kebiasaan, tetapi asal bahasa nya berbeda, etika berasal dari bahasa Yunani, dan moral berasal dari bahasa Latin (Runes:1977:202). Jadi arti dari moral dan etika memiliki arti yang sama tapi asal bahasa nya berbeda. Kesimpulannya etika dan moral memiliki arti yang sama yaitu konteks,  aturan , dan cara seseorang dalam mengatur tingkah lakunya agar sesuai dengan norma yang berlaku dan nilai yang dipegang seseorang agar sampai pada tujuan yang diharapkan.
Perkembangan Moralitas Anak Nilai moral dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, arti dari moralitas atau moral itu sendiri berasal dari bahasa latin Mos ( jamak:mores) yang berarti cara hidup atau kebiasaan. Terdapat enam prinsip moral, yaitu sebagai berikut :
1.      Prinsip keindahan (beauty)
2.      Prinsip persamaan (equality)
3.      Prinsip kebaikan (goodness)
4.      Prinsip keadilan (justice)
5.      Prinsip kebebasan (liberty)
6.      Prinsip kebenaran (truth)
Dalam proses penyadaran moral akan bertumbuh melalui interaksi dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sekolah, lingkungan tempat tingggalnya yang dalam lingkungan-lingkunganya itu ia akan mendapat larangan, suruhan, pembenaran, ataupun celaan,  dan akan ada proses timbal balik dari apa yang ia lakukan.  Menjadikan pendidikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk mengkhayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagaman. Oleh sebab itu, pendidikan agama yang dilangsungkan di sekolah harus lebih menekankan pada penempatan peserta didik untuk mencari pengalaman keberagaman (religiousity). Dengan pendekatan demikian, maka yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah ajaran dasar agama yang sarat dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas, seperti kedamaian dan keadilan.
Sejalan dengan perkembangannya kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatif), mengalami perkembangan. Menurut Nurihsan (2011), mengemukakan bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun) yang ditandai antara lain, oleh hal berikut ini :
1.          Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
2.          Pandangan dan paham ketuhanan diterangkan secara rasional  berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya.
3.          Pengahayatan secara rohaniah makin mendalam, malaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.

I.       Permasalahan Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar

1.       Permasalahan Fisik Anak Usia SD
Terdapat beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran anak sekolah dasar, yaitu :
a.  Obesity
Kegemukan yang terjadi pada usia 6 – 11 tahun merupakan isu utama yang terjadi pada usia sekolah dasar. Penyebab kegemukan tersebut disebabkan karena kelebihan berat badan sebagai akibat dari kurangnya berolahraga dan terlalu banyak makan.
b.    Kondisi medis
Pada umumnya semua anak sering mendapat sakit, namun penyakit tersebut berlangsung singkat. Dalam masa sekolah selama 6 tahun dapat disimpulkan pada umumnya anak – anak mendapat sakit yang akut dalam waktu singkat dengan berbagai kondisi medis, biasanya kena virus atau flu, dan migrant (sakit kepala).
c.    Penglihatan
Pada anak usia sekolah, penglihatan lebih tajam daripada waktu – waktu sebelumnya. Anak yang berusia di bawah 6 tahun cenderung memiliki penglihatan jarak jauh, sebab mata mereka belum matang (matured) dan dibentuk secara berbeda daripada orang dewasa. Namun setelah usia tersebut, maka mereka bukan hanya lebih matang, tetapi juga dapat menfokuskan penglihatan lebih baik.
d.    Kesehatan gigi
Pada usia 6 tahun anak mengalami tanggal giginya yang pertama kali, yang selanjutnya diganti dengan gigi yang tetap setiap tahun sebanyak empat gigi untuk tahun kelima berikutnya.
e.     Kebugaran anak
Latihan fisik sangat dibutuhkan bagi anak – anak untuk kebugaran tubuhnya. Latihan anak serta dapat menjaga bentuk jasmaninya.
f.    Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya; bawaan dari lahir, kecelakaan, akibat dari penyakit yang diderita dll.
g.    Kidal
Kidal merupaka gangguan fisik berupa kelainan yang terjadi pada bagian ogan tubuh tertentu dalam pemfungsian organ tubuh yang tidak wajar semisal menulis dengan tangan kiri. Ada beberapa penyebab dari kidal ini, antara lain factor bawahan dari lahir dan factor pembisaan yang salah. Akibat dari kidal ini adalah merasa kurang percaya diri karena diangap tidak wajar.
h.    Kekurangan berat badan atau Gizi
Sama halnya dengan obesitas, kekurangan berat badan ataupun gizi ini juga menyebabkan gangguan fisik pada anak. Penyebab dari kurangnya berat badan bisa terjadi karena kekurangan asupan makana yang dibutuhkan anak pada saat perkembangan dan factor keturunan. Akibat dari kekurangan berat badan ini adalah merasa kurang percaya diri, mudah terserang penyakit.
2.    Permasalahan Psikis Anak Usia SD
a.   Permasalahan Belajar Anak
 Beberapa jenis masalah belajar yang dihadapi anak SD antara lain :
1)   Keterlambatan Akademik.
2)   Sangat Lambat Belajar
3)   Penguasaan Materi yang lebih rendah dari yang dipersyaratkan.
4)   Off task behavior, merupakan bentuk perilaku yang muncul selama mengikuti proses pembelajaran tetapi tidak mendukung kegiatan belajar.
5)   Tidak ada motivasi.
6)   Defensive pessismism dilakukan gua melindungi citra diri dan harga diri, tetapi defensive pessismism dilakukan dengan mengembangkan standar yang rendah dalam tujuan yang hendak dicapai..
7)    Tidak menguasai keterampilan belajar (lack of learning skills). Seorang siswa idealnya memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai untuk melakukan proses belajarnya.
8)   Gangguan keterampilan motorik dikenal pula dengan sebutan ganguan koordinasi perkembangan.
9)    Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)
10)  Discalculia. Anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung.
b.      Masalah emosional
1)   Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada perilakunya, mereka menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan orang lain..
2)  Attention-Devicite Hyperactivity Disorder (Hiperaktif)
Menurut Santrock, hiperaktif mempunyai cirri kelainan berupa suatu rentang.Faktor penyebab dari hiperaktif meliputi
a)   Faktor keturunan
Faktor keturunan pada tempramen perlu diperhatikan, dengan tingkat aktifitas sebagai suatu aspek tempramen yang membedakan seorang anak dari anak lain dari perkembangan diri.
b)    Faktor kerusakan janin prakelahiran
Bahaya prakelahiran dapat juga menyebabkan perilaku hiperaktif, semisal minuman alcohol yang dikonsumsi secara berlebihan oleh perempuan selama hamil berkaitan dengan lemahnya perhatian dan pemusatan perhatian anak mereka pada usia 4 tahun
c)    Faktor makanan
Berkaitan dengan makanan, defisiensi vitamin dapat juga menyebabkan masalah – masalah pemusatan perhatian anak hiperaktif. Kekurangan vitamin B adalah faktor khusus. Konsumsi kafeein dan gula dapat juga menyebabkan sianak kurang dapat memusatkan perhatian.
2.      Permasalahan Stress Pada Anak
Stres adalah respon individu terhadap keadaan – keadaan dan peristiwa – peristiwa, yang disebut stressor yang mengancam dan mengurangi kemampuan mereka dalam menhadapi stress – stress tersebut.
Salah satu penyebab dari stress yaitu peristiwa – peristiwa yang dialami dalam kehidupan seperti perceraian, kematian orang tua, percekcokan sehari – hari dan hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan menyebabkan stress yang luar biasa pada anak – anak dan keluarganya. kemiskinan berkaitan dengan peristiwa – peristiwa yang berbahaya dan tidak terkendalikan dalam kehidupan anak – anak. misalnya, anak miskin lebih banyak mengalami kejahatan dan kekerasan dibandingkan anak kelas menengah.
Pengaruh sosial budaya yang dapat menyebabkan stress pada anak adalah akulturasi. akulturasi mengacu pada perubahan kebudayaan yang berasal dari kontak langsung yang terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda. stress akulturatif mengacu pada akibat akibat negative dari akulturasi.
Salah satu perisai pelindung yang pentingf bagi anak – anak untuk melawan stress adalah adanya suatu relasi dasar, yang saling percaya dan bersifat jangka panjang dengan sekurang – kurangnya satu orang dewasa. jaringan dukungan keluarga yang sudah ada juga penting.
c.       Permasalahan Sosial Anak
Perkembangan social merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan social. dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma – norma kelompok dan tradisi. Macam – macam permasalahan social yang dihadapai anak usia dasar
1)  Pembangkangan
yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penereapan disiplin atau tuntuan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan anak.
2)  Agresi
yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (non verbal) maupun kata – kata (verbal). agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam perilaku menyerang seperti memukul, mencubuit, menendang, dan mencaci maki.
3)    Bertengkar
 Bertengkar atau berselisih terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain.
4)   Persaingan
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain.

J.           Hasil  Penelitian

1.           Menurut Sheldon (Hurlock, 1990), faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak :
a.   Faktor kematangan
b.   Faktor Keturunan
c.   Pengaruh lain (Perbedaan jenis Kelamin, Kondisi waktu lahir, Nutris).
2             Perkembangan kognitif merupakan suatu proses psikologis yang terjadi dalam bentuk pengenalan, pengertian, dan pemahaman dengan menggunakan pengamatan, pendengaran, dan pemikiran (Baraja 2005). Perkembangan kognitif menurut Dariyo (2007) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor genetik/keturunan, faktor lingkungan, dan interaksi faktor genetik dengan faktor lingkungan.
3             Emotion coaching sebaiknya diberikan pada masa kanak-kanak awal yaitu antara usia empat sampai tujuh tahun sebab pada masa ini anak mulai membentuk hubungan sosial dengan teman sebayanya dan anak dapat mengembangkan ketrampilan mengatur emosinya ketika berinteraksi dengan teman sebayanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Gottman & DeClaire (1997) yang menunjukkan bahwa anak yang berhasil mengendalikan emosinya ketika berhubungan dengan kelompok sosialnya pada masa kanak-kanak tengah yaitu antara usia delapan sampai dua belas tahun adalah anak yang telah belajar mengendalikan emosinya pada masa kanak-kanak awal melalui emotion coaching.
4             Bahasa memiliki cangkupan yang luas , karena itu sebagaimana di kemukakan Lerner (1998) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang terintegrasi,mencangkup bahasa ujaran,membaca,dan menulis.ketika pertama kali anak mengenal keadaan sekitarnya tentang kejadian kehidupannya maupun tentang tanda-tanda,benda-benda yang dapat mendukung terjadinya peristiwa,maka saat itu pemahaman akan kesadaran anak tentang apa yang di kenalnya belum tumbuh.secara umum klasifikasi bahasa pada anak usia SD dapat di bedakan menjadi bahsa lisan,bahasa tulis dan bahasa isyarat.
5             Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa   perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a.       Keluarga
b.      Kematangan
c.       Status Sosial Ekonomi
d.      Pendidikan
e.       Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
6             Menurut William Sheldon
Sheldon membagi tipe kepribadian berdasarkan dominasi lapisan yang berada dalam tubuh seseorang. Berdasarkan aspek ini, dia membagi tipe kepribadian menjadi tiga:
1.    Ektomorph
Tipe orang yang berbadan kurus tinggi, karena lapisan badan bagian luar yang dominan. Sifatnya antara lain suka menyendiri dan kurang bergaul dengan lingkungan masyarakatnya.
2.    Mesomorph
Tipe orang yang berbadan sedang, dikarenakan lapisan badan bagian tengah yang dominan. Sifat orang tipe ini antara lain giat bekerja dan mampu mengatasi sifat agresif.
3.    Endomorph
Tipe orang yang memiliki bentuk badan gemuk, bulat, dan anggota tubuh yang pendek karena lapisan badan bagian dalam yang dominan. Sifat yang dimilikinya antara lain kurang cerdas, senang makan, suka dengan kemudahan, dan tidak banyak mengambil resiko dalam kehidupan.
7             Etika dan moral memiliki arti yang sama yaitu konteks,  aturan , dan cara seseorang dalam mengatur tingkah lakunya agar sesuai dengan norma yang berlaku dan nilai yang dipegang seseorang agar sampai pada tujuan yang diharapkan.
8             Owen (Semiawan, 1998) menjelaskan perkembangan bahasa (pragmatik dan semantik) anak pada usia sekolah dasar. Menurutnya, anak usia 5 tahun sangat sering menggunakan bahasa untuk mengajukan permintaan, mengulang untuk perbaikan, mulai membicarakan topik-topik gender. Anak usia 6 tahun mengulang dengan cara elaborasi untuk perbaikan, dan menggunakan kata-kata keterangan. Anak usia 7 tahun mengguna-kan dan memahami sebagian istilah dan membuat plot naratif yang mempunyai pengantar dan akhir dari topik yang mau diungkapkan. Anak usia 8 tahun menggunakan topik-topik yang konkret, mengenal makna nonliteral dalam bentuk permintaan langsung, dan mulai mempertimbangkan maskud lainnya. Pada usia 9 tahun, anak memelihara topik melalui beberapa perubahan.

K.         Upaya Pendidikan (Sekolah) Dalam Membatu     Perkembangan Anak Usia Masa Sekolah Dasar

        Tugas-tugas perkembangan yang dipaparkan diatas, merupakan gambaran perwujudan kematangan biologis dan psikologis individu, ekspektasi masyarakat dan tuntutan budaya dan agama. Penuntasan tugas-tugas perkembangan tersebut tidak selalu berjalan dengan mulus. Untuk mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah, yaitu:
1.          Menciptakan iklim religious yang dapat memfasilitasi perkembangan kesadaran beragama, akhlak mulia, etika atau karakter peserta didik. Pihak sekolah perlu menyediakan sarana dan prasarana peribadatan, memberikan contoh atau suri tauladan dalam melaksanakan ibadah, dan berakhlak mulia, seperti menyangkut aspek kedisiplinan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kejujuran, dan tanggung jawab.
2.          Pendekatan spiritual parenting seperti :
a.            Memupuk hubungan sadar anak dengan Tuhan melalui doa setiap hari.
b.           Menanyakan kepada anak bagaimana Tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari
c.            Memberikan kesadaran kepada anak bahwa Tuhan akan membimbing apabila kita meminta. Menyuruh anak merenungkan bahwa Tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun
3.          Membangun suasana sosio-emosional yang kondusif bagi perkembangan keterampilan social dan kematangan emosi peserta didik, seperti memelihara hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dengan guru-guru, guru dengan guru, siswa dengan siswa. Guru bersikap ramah dan respek terhadap peserta didik, begitupun peserta didik kepada guru.
4.          Membangun iklim intelektual yang memfasilitasi perkembangan berpikir, nalar, dan kemampuan mengambil keputusan yang baik. Penciptaan ilkim intelektual ini bias berlangsung dalam proses pembelajaran di kelas (seperti guru menerapkan metode pembelajaran yang variatif; menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan multimedia atau memanfaatkan laboratorium secara efektif; memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan mengemukakan pendapat atau gagasan); dan kegiatan kelompok-kelompok belajar sesuai dengan minat dan kemampuannya.
5.          Mengoptimalkan program bimbingan dan konselling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik, baik menyangkut aspek pribadi, social, belajar/ akademik, maupun karier (sekolah lanjutan atau dunia kerja).
6.          Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap pelajaran.
7.          Memberikan rangasangan untuk berpikir untuk menemukan sendiri konsep-konsep pembelajaran. Karena pada masa usia sekolah dasar pertumbuhan otak lebih pesat dibandingkan dengan pertumbuhan sel jaringan lain. Jaringan otak akan hidup bila diprogram melalui rangsangan.
8.          Sekolah memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan kecerdasan emosi anak dengan memberikan emotion coaching sejak dini. Emotion coaching sebaiknya diberikan pada masa kanak-kanak awal yaitu antara usia empat sampai tujuh tahun sebab pada masa ini anak mulai membentuk hubungan sosial dengan teman sebayanya dan anak dapat mengembangkan ketrampilan mengatur emosinya ketika berinteraksi dengan teman sebayanya.
9.          Penggunaan sosiometri untuk menentukan status sosial anak. Sosiometri dapat diperoleh data mengenai kedudukan anak dalam kelompoknya dapat dimanfaatkan untuk pembentukan kelompok belajar atau kerja kelompok sehingga dapat mendorong anak untuk berprestasi






BAB III
PENUTUP


Deskripsi tentang karakteristik dan perkembangan siswa sekolah dasar bagaimanapun juga akan terkait dengan uraian tentang manusia sebagai peserta didik yang ditempatkan sebagai pribadi yang utuh dalam kesatuan psikofisis atau psikosomatis yang terus mengalami pertumbuhan dan pembentukan karakter. Berangkat dari itu, berbagai variabel yang melengkapi eksistensi individu akan sangat potensial dalam membentuk karakteristik dan memicu perkembangan individu itu sendiri.
            Pada sisi yang sama, sekolah dasar sebagai salah satu lingkungan pembentuk karakter siswa didik, berperan pula sebagai lingkungan yang merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimiliki siswa didik. Begitupula akan membawa perubahan-perubahan apa saja dalam pola sikap dan pikir, kematangan intelektual, mental, fisik serta emosi yang dimanfaatkan dalam pencapaian pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan.
Dengan sendirinya, berbagai karakter dan pola perkembangan dalam proses pematangan potensi siswa didik bukanlah sesuatu yang bersifat alami jika dikaitkan dengan dorongan-dorongan potensi tertentu atau input-input internal maupun eksternal sebagai daya perubah bagi konstruk kualitas individu yang bersangkutan.



DAFTAR PUSTAKA


Budiamin,  dkk. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI Press.

Gottman, J dan De Claire, J. 1997. Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (alih bahasa T Hermaya). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Nurihsan, A.J 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya.

Owens, Robert G. 1995. Organizational Behavior in Education. Allyn and Bacon. Boston.

Papalia, D.E., Olds. S.W., & Feldman R. D. (2007). Human Development 10th ed. New York : McGraw Hill. Companies.

Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992). Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA,Wm, C.Brown

Semiawan, C.R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Sujiono, dkk (2005). Menu Pembelajaran Anak Usia Dini. Jakarta : Cira Pendidikan.

Sukmadinata, S.N. 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Rosda Karya.

Sunarto dan Hartono, A. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak. Bandung: Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar